Masuk Ujung Pandang jam 5 sore. Terkaget-kaget, betapa besarnya kota Ujung Pandang. Perlu waktu satu jam hanya untuk mencapai pusat kota, padahal hari Minggu. Kalau diperbandingkan kira-kira sekelas dengan Medan. Terkesan rapih dan bersih. Banyak sekali kendaraan umum sejenis labi-labi, yang disini dinamakan Pete-pete.
Tujuan utama di Ujung Pandang hanyalah melintasi pusat kota dan menuju Pantai Losari, yang terkenal. Pantai Losari adalah tepian pantai kota Ujung Pandang, semacam Boulevard pinggir pantai tempat mejeng anak muda kota. Kebetulan karena hari libur, ada pertunjukan gratis drag race liar jalan umum. Dengan penonton memenuhi pinggiran jalan, si-macan dengan penampilan kusam dan tas bergelantungan di jok belakang memasuki arena. Menjadi titik fokus pengunjung, yang barangkali mengharapkan si-macan berpelat nomor B akan mempertontonkan sesuatu. Penonton kecele, ternyata si-macan langsung parkir di kios kaki lima memesan nasi goreng. Rupanya macan lapar tidak bisa diharapkan ber-drag race ria.
Menghabiskan waktu setengah jam disitu, isi perut sambil cuci mata. Lalu tancap gas lagi ke Malino, kota pegunungannya Sulsel, 60 km dari Ujung Pandang ke arah Bulukumba. Sempat nyasar 20 km ke arah jalan yang salah karena informasi sesat. Kesulitan bahasa di Sul-sel ini biasa, karena pengucapan bahasa yang terdengar berbeda.