Jam 7 pagi tepat, keluar perut kapal. Pak polisi dan DLLAJR sudah menunggu. Kedatangan kendaraan dilapor di sebuah bedeng dengan kondisi seadanya yang berdinding papan. Surat-surat dicek, dicatat dibuku agenda dan kendaraan dibolehkan lewat setelah ikhlas barter dengan dua ribu perak untuk pak DLLAJR dan tiga ribu perak utk pak Polisi.

Setelah berputar-putar sebentar di Mamuju, isi bahan bakar full tank di pinggir kota, langsung tancap gas ke arah Ujung Pandang. Lima kilometer pertama jalan aspal mulus, 30 km selanjutnya ala maak ...., sudah dihadang jalan berbatu. Nampaknya sedang dalam peningkatan kualitas jalan. Batu-batu lumayan besar, bertebaran di atas jalan. Bosan juga menempuh dengan kecepatan amat rendah, hanya 20-30 km/jam. Perlu waktu dua jam untuk mencapai kecamatan Tappalang. Setelah itu baru jalan mulus kembali.

Perjalanan Tappalang - Majene melewati pinggiran pantai dan gunung-gunung yang tak berapa curam. Di kiri jalan, pemandangan hijau pegunungan, di kanan laut biru berpantai pasir putih bersih. Seperti seorang fotografer Arab yang terpana hijau-hijauan pertama kalinya. Sebentar-sebentar berhenti, jepret sana jepret sini. Rasanya rugi melewatkan banyak momen-momen indah. Tak terasa lima jam sudah dilalui sebelum tiba di kota Pare-Pare untuk pengisian bahan bakar kedua. Sementara perut diisi dulu sekedarnya di kios pinggir jalan. Senjata andalan M-150 tak pernah ketinggalan. Semua bisa ....