Wellknown as Bromo, one of the peak in Tengger National Park
Pegunungan Tengger Tidak Sekedar Bromo
Bromo di bulan Juli cukup ramai pengunjung. Puncak Penanjakan penuh dgn turis yg sedang menanti pemandangan spektakular, matahari terbit. Penanjakan merupakan titik tertinggi di Bromo-Tengger; dapat dicapai dari Cemoro Lawang, Nongkojajar maupun dari Tosari.
Jalur dari arah Cemoro Lawang ke Penanjakan adalah jalur yg paling menantang, dari sini turun ke kaldera berpasir yang amat luas, seperti didalam sebuah mangkuk kawah raksasa dgn dindingnya yg berketinggian 300 meter; lalu menanjak 600-an meter ke arah puncak gunung dinding barat laut, kearah Wonokitri. Jalan aspal sempit berkelok-kelok dgn sedikit bahu jalan ditepi jurang dalam, cukup lega utk satu arah saja. Di beberapa bagian jalan, sudut tanjakannya cukup heboh; spt menuju ke puncak pelepasan jet coaster di taman ria.
Jalan ini tentunya hanya pas buat pengemudi lokal yg berpengalaman dan bernyali besar. Mereka sepertinya bisa membaca apakah di balik tikungan ada kendaraan lewat. Buat orang kebanyakan, menjadi penumpang saja sudah cukup menggelisahkan. Sulit membayangkan seandainya harus berpapasan di tikungan sempit, berhenti menggantung setengah kopling, mencari celah menghindar memberi jalan, krn memang tidak ada ruang yg mungkin utk membuat kesalahan. Namun sesudahnya, pemandangan spektakular ke seantero dataran tinggi Tengger adalah imbalan yg memadai.
Dari sini, Gunung Bromo, Batok, Kursi dan Widodaren terlihat kecil dgn latar belakangnya Gunung Semeru yg batuk2 setiap 15 menit. Puncak Penanjakan sebenarnya paling mudah dicapai dari arah Pasuruan, Tosari, Wonokitri dgn tanjakannya yg lazim. Keluar dari Penanjakan, perjalanan biasanya diteruskan ke puncak Bromo dengan mengarungi berkilo-kilometer lautan pasir. Kendaraan hanya bisa mendekati 500 meter sebelum undakan, diteruskan dgn berjalan kaki, mendaki 223 anak tangga sampai ke tepi kawah yg masih cukup aktif. Sebuah sepeda motor terlihat parkir di pinggir tangga kawah Bromo, suatu keahlian tersendiri dari pengendaranya mencapai tempat ini.
Setelah Penanjakan dan Bromo, rasanya sayang jika kesempatan ini tidak dipakai utk terus menuju ujung selatan Taman Nasional Bromo-Tengger_Semeru yaitu tepi danau Ranu Pane di kaki Gunung Semeru. Perjalanan menuju Selatan kaldera Tengger dilakukan dari sisi timur. Puncak gunung berada disebelah kanan, tebing2 mangkuk kaldera ada disebelah kiri. Temperatur pegunungan tengger waktu itu berkisar 10 oC dan bisa mencapai nol derajat pada malam hari. Sejauh mata memandang warna hijau kekuning2-an mendominasi pemandangan. Rumput dan perdu pakis dataran tinggi meranggas menanti hujan yg tak kunjung datang, 3 bulan telah berlalu.
Ditengah jalan berpapasan dua buah sepeda motor yg kelihatannya sedang bermasalah; salah satu-nya didorong, lantaran filter udaranya kemasukan debu. Terpaksa berjalan kaki, sambil berharap kalau ada pengunjung lewat bisa membantu. Menunggu selama 2 hari, tidur kedinginan di tengah gurun. Satu jam berhenti memberi bantuan peralatan yg mereka lupa utk membawanya.
Perjalanan dilanjutkan terus keselatan ke desa Ranu Pane. Jalan ke Ranu Pane dari arah Kaldera merupakan jalan tanah berpasir bercampur batu, bekas jalan beton yg sudah rusak. Lubang dan gundukannya cukup mengganggu utk kendaraan dgn profil ban standar. Jeep disini menggunakan ban 31 keatas dgn anting2 peninggi.
Disepanjang jalan, kami berpapasan dengan kelompok pencinta alam yg sedang menyebrang lautan pasir dari arah Tumpang ke Cemoro Lawang. Kami bertegur sapa, kalau2 ada sesuatu yg dibutuhkan dan tukar info lintasan, begitulah fatwa tak tertulis di gunung.
Ditengah perjalanan berpapasan dgn sebuah minivan yg berhasil lewat dgn susah payah dari arah Lumajang, Sendoro, Ranu Pane dan terus turun ke Kaldera dgn tujuan akhir sebuah Pura dilautan pasir Bromo. Utk itu ia dikawal oleh jeep penduduk Ranu Pane yg menarik keluar setiap kandas di gundukan pasir / batu. Beberapa sepeda motor dari arah Ngadas / Gubuk Klakah berhasil melalui rute ini dgn perjuangan mereka sendiri.
Sesekali terlihat jejak roda2 kendaraan berbagai jenis yg selip di pasir. Dikiri kanan jalan terlihat padang rumput yg menguning kekeringan dan berbagai macam bunga2an warna warni khas pegunungan. Pemandangan disini tidak kurang indahnya, seolah berada di ruangan tiga dimensi dgn dimensi ketinggiannya yg mencolok. Tidak buat kamera menceritakan dimensi ketinggiannya, melainkan hanya dgn sepasang mata.
Setelah mendaki dinding selatan kaldera, kita tiba di high point dan bertemu simpang tiga jalan. Kekanan menuju Ngadas, Gubuk Klakah, Tumpang terus ke Malang dan kekiri ke arah desa Ranu Pane. Jalan ke Ranu Pane meniti punggungan selatan dinding kaldera dgn kiri kanannya jurang dalam. Jalan masih sempit dan hanya pas utk satu mobil saja, sesekali longsor sehingga kendaraan harus turun ke tepian dgn hati2.
Jalan melewati hutan pegunungan Perhutani dan seterusnya memasuki kawasan kebun kentang penduduk. Ranu Pane sebuah perkampungan yg damai dan sejuk di ketinggian 2,300 mdpl, dgn latar belakang kerucut puncak Semeru. Di belakang desa ini, ditemui dua danau dgn airnya yg kehijau2an, danau Ranu Pane dan Danau Ranu Regulo. Desa Ranu Pane ini adalah pos awal pendakian ke puncak Semeru. Kendaraan angkutannya adalah Jeep pick up bak terbuka,dgn muatan sayur dan penumpangnya yg berdiri di didalam kerangkeng besi.
Tak terasa setengah hari dihabiskan menelusuri Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dlm cuti liburan yg singkat. Tak mengherankan, pegunungan bersuasana mistis dan berkontur unik ini sering dipakai utk setting iklan yg menonjolkan daya tarik keindahan dan keperkasaan alam.
Bromo Tengger Semeru adalah kutub magnet buat highlander, yang datang krn panggilan alam. Bromo Tengger memberikan inspirasi karena keindahannya. Memberikan pembelajaran dalam usaha menggapai tantangannya.